Home » Archives for Juli 2024
Bahayanya Ghibah 'Ulama'
Oleh: Kharisudin Aqib
Allah SWT berfirman :
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱجۡتَنِبُوا۟ كَثِیرࣰا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمࣱۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا یَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَیُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن یَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِیهِ مَیۡتࣰا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابࣱ رَّحِیمࣱ
[Surat Al-Hujurat: 12]
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman; jauhilah oleh kalian banyak berprangka, sungguh sebagian dari prasangka (prasangka buruk) itu dosa. Jangan diantara kalian saling mengintip kejelekan dan meng-ghibah, adalah salah satu dari kalian senang memakan daging jenazah saudaranya, maka tentulah kalian tidak suka. Takutlah kalian kepada Allah, sungguh Allah itu maha menerima taubat lagi maha penyayang.
1. Bahaya Su'udhon: menjadikan pandangan kita terhadap orang yang kita pandang tidak bisa obyektif atau tidak normal. Bahkan kita akan selalu menganggap jelek dan salah orang tersebut. Padahal sebenarnya dia baik dan benar. Karena itu su'udhon adalah dosa, bahkan dosa yang bersifat Haq Adami, yang tidak ada taubatnya kecuali atas penghalalan dan ma'af dari orang yang kita pandang buruk itu. Karena Su'udhon adalah dosa, maka ia akan menjadikan pikiran kita jelek, sulit untuk obyektif, jujur dan disiplin. Su'udhon juga menjadikan hati kita keras, dan sempit dada sehingga mudah stress, susah dan gelisah. Serta hilangnya sifat ke-wali-an kita. Juga dengan su'udhon kita akan selalu diikuti dengan keburukan dan dijauhi oleh kebaikan. Karena baik dan buruk yang kita dapatkan sangat tergantung dari cara pandang kita, bahkan Allah-pun akan menyesuaikan cara pandang kita.
2. Bahaya Suka Mengintip kejelekan orang (tajassus). Dengan tajassus, keburukan orang lain akan terpotret dengan jelas di dalam hati kita, akibat selalu muncul di dalam pikiran dan hati kita. Sehingga gambar kejelekan orang tersebut akan memenuhi pikiran dan hati kita. Ingatlah bahwa hati akal (mesin pemroses data) dan hati (wadah data) masing-masing ada ukurannya. Dan data yang bersifat gambar, akan sangat menyita wadah tersebut. Sehingga dengan suka tajassus, akan cepat penuh dengan "data sampah" yang akan merusak sistem kerja dan wadah data ruhani kita. Akibatnya spiritualitas kita tidak cerdas, tumpul dan jumud.
3. Suka meng-ghibah, (membicarakan aib orang lain, sekalipun itu benar atau sesuai dengan kenyataan), sama halnya dengan memakan daging jenazah saudara kita. Sedangkan daging (kehormatan) orang yang 'aliim, khususnya yang juga wali (dikasihi oleh Allah), mengandung racun ruhani. Sehingga orang yang memakannya dengan meng-ghibah (ngrasani), maka dia akan keracunan. Akibatnya, ruhani akan mati. Setidaknya akan sakit kronis. Di antara tanda ruhani yang sakit: tidak bisa merasakan nikmatnya ibadah, berat' diajak beribadah dan beramal sholeh, tetapi ringan kalau diajak bicara dan berbuat yang sia-sia, bahkan yang dilarang oleh Allah SWT. Dan di antara tanda ruhani yang mati: tidak bisa melihat hakikat sebuah kebenaran, tidak bisa menerima nasihat dan dakwah di jalan Allah, dan tidak bisa bangkit dari kubangan lumpur dosa. Dan bahaya ghibah yang lebih besar lagi, terlanjur ke dalam *Fitnah* .
4. Fitnah (membicarakan aib orang lain yang tidak benar, atau tidak sesuai dengan kenyataan). Perbuatan ini sangat keji, bahkan di dalam Al Qur'an dinyatakan sebagai lebih dahsyat atau lebih kejam daripada pembunuhan. Hal ini memang masuk akal, karena akibat fitnah maka seseorang akan mati karakternya (harga diri, profesi dan penghidupannya). Dan jika hal ini dilakukan terhadap para ulama' ( pewaris para nabi), apalagi 'ulama' yang pewaris para rasul (ulama' pembimbing umat), maka dosa dan akibatnya seperti dosa dan akibat membunuh para nabi dan rasul pada zaman kenabian dahulu. Seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang kafir dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Yakni dibinasakan oleh Allah atau setidaknya menjadi buta, tuli dan bisu. Tetapi karena rahmat Allah atas umat nabi Muhammad , maka hukuman Allah tersebut hanya bersifat simbolik. Orang yang memfitnah ulama' setidaknya ruhaniah akan mati dan binasa.
Menyingkap Hikmah Agung di Balik Polemik Nasab Dzurriyah Walisongo dan Ba'alawi
Oleh: Kharisudin Aqib Al Kelutani.
A. Pengantar
Polemik yang sangat panas tentang keberadaan silsilah nasab keluarga tersebut terjadi di lingkungan kaum Nahdiyyiin dan melibatkan para tokoh utama kedua keluarga tersebut yang keduanya terkait dengan elit politik dan puncak kekuasaan spiritual.
Sebenarnya, terjadinya polemik ini sangat wajar dan normal-normal saja, karena kebanggaan terhadap apa yang dimiliki oleh sebuah keluarga atau kelompok orang adalah merupakan sunnatullah (hukum alam biasa) sebagai mana firman Allah:
{ فَتَقَطَّعُوۤا۟ أَمۡرَهُم بَیۡنَهُمۡ زُبُرࣰاۖ كُلُّ حِزۡبِۭ بِمَا لَدَیۡهِمۡ فَرِحُونَ }
[Surat Al-Mu'minun: 53]
Artinya:
Maka kemudian mereka terpecah belah dalam urusan mereka menjadi kelompok-kelompok kecil. Masing-masing kelompok suka membanggakan apa yang ada di hadapan mereka.
Kajian tentang nasab Ba'alawi oleh KH. Imaduddin Al Bantani yang berkesimpulan bahwa Nasab klan Ba'alawi adalah munqathi' (terputus), bahkan disebutkan sebagai terputus beberapa generasi, selama sekitar 550 tahun, menimbulkan respon keras, khususnya dari kalangan para Habaib, dengan ketidak terimaan dan pembelaan. Dengan argumentasi data catatan sejarah dan kitab-kitab nasab dari berbagai zaman. Masing-masing kelompok saling menjatuhkan dalil yang dipergunakan dan diajukan oleh lawan polemiknya, sehingga mengarah kepada perdebatan yang tidak sehat.
Seharusnya polemik yang bersifat mudzakarah (saling mengingatkan) dan mujadalah (saling berargumentasi), ini bisa dijadikan sebagai sarana untuk mencapai dan mendapatkan Rahmat Allah yang sangat agung bagi setiap orang dan kelompok masing-masing yang berpolemik. Seperti hakikat yang disabdakan oleh Rasulullah Saw.
اختلاف أمتي رحمة
Ikhtilafu ummati rohmatun (perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat, (sebuah bentuk kasih sayang Allah).
Tetapi sering kali ikhtilaf (perbedaan pendapat), di kalangan kita justru menjadi adzab, permusuhan dan perpecahan.
Berdasarkan keimanan dan prasangka baik terhadap kebenaran sabda nabi Muhammad tersebut, pasti ada yang salah di antara umat dalam menyikapi perbedaan pendapat. Sehingga rahmat Allah yang agung tidak bisa kita dapatkan. Sehingga penting bagi umat Islam untuk merubah pola pikir dan sikap mental dalam menghadapi perbedaan pendapat, khususnya yang berkaitan dengan polemik nasab Walisongo dan Ba'alawi..
B. Memahami Sebab-sebab Munculnya Polemik Nasab.
Kebanggaan terhadap nasab keluarga adalah bagian dari sunnatullah atau hukum alam pada diri manusia yang bersifat psikologis. Khususnya jika nasab tersebut secara sosial dianggap sebuah prestasi yang prestisius. Baik dalam bentuk jabatan, strata , harta, rupa, ilmu ataupun yang lainnya.
Ketokohan team dakwah Walisongo di Indonesia yang sangat spektakuler dalam sejarah dakwah menjadikan umat Islam Indonesia sangat apresiatif (menghargai dengan penuh kebanggaan), khususnya masyarakat tradisional Islam (kaum Nahdiyyiin dan yang se-faham dengannya), lebih-lebih lagi adalah para dzurriyah nya (baik dalam hal keturunan, keilmuan dan tradisi keagamaan).
Demikian juga halnya nasab Ba'alawi yang telah diyakini oleh banyak pihak, di berbagai bagian dunia Islam atas nasab sucinya sebagai dzurriyah Rasulillah dan diyakini sebagai Ahlul Bait (keluarga suci Rasulullah). Begitu tinggi penghargaan umat Islam, khususnya para dzurriyah tersebut terhadap nasab keluarga tersebut.
Faktor internal dari sebab munculnya polemik adalah adanya kebanggaan para pemilik kedua keluarga tersebut terhadap klan dan marganya masing-masing telah banyak yang ghulat (berlebihan, ektrim dan ashobiyah). Sehingga melahirkan sikap mental yang tidak islami dan tidak sunni, dan inilah yang merupakan bibit-bibit perpecahan dan permusuhan diantara umat Islam. Ditambah lagi dengan akhlak buruk yang tumbuh di dalam hati para individu tertentu, akhlak tersebut disebut sebagai takabur lagi hasut.
Sedangkan Faktor eksternal yang sangat besar pengaruhnya adalah munculnya bisikan setan dari kalangan jin dan manusia, yang sangat massive dan terus menerus berhembus, khususnya melalui media sosial. Inilah kipas angin yang menjaga bara api permusuhan dan kebencian di antara kedua kelompok yang lagi berpolemik. Sehingga keduanya tidak bisa mendapatkan rahmat yang agung dari Allah SWT.
Sedangkan jalan cerita dan pemicu munculnya polemik adalah sebagai berikut:
Keberhasilan perjuangan para dzurriyah kedua marga tersebut, khususnya di Indonesia akhir abad 20 ini semakin terasa, dan sepertinya hampir mencapai puncak kejayaannya, karena Allah SWT telah berkenan memberikan pertolongan dan kemenangan sebagai mana yang dialami oleh Rasulullah menjelang Fathu Makkah, yang diilustrasikan oleh Allah dalam Surat An Nasr :
{ إِذَا جَاۤءَ نَصۡرُ ٱللَّهِ وَٱلۡفَتۡحُ (1) وَرَأَیۡتَ ٱلنَّاسَ یَدۡخُلُونَ فِی دِینِ ٱللَّهِ أَفۡوَاجࣰا (2) فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَٱسۡتَغۡفِرۡهُۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابَۢا (3) }
[Surat An-Nashr: 1-3]
Artinya:
Ketika pertolongan Allah dan kemenangan telah datang, dan kamu lihat orang-orang pada masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhan mu dan minta ampunlah kepada-Nya, sungguh Dia itu maha penerima taubat.
Pengaruh negatif dari keberhasilan, pertolongan Allah dan kejayaan yang kurang disyukuri dengan sebenar-benar syukur, adalah tumbuhnya rasa Hiqd (tidak enak hati dengan saudaranya yang mendapatkan kebaikan), dan kemudian tumbuh dan berkembang menjadi Hasut (Hiqd plus usaha untuk menghilangkan kebaikan yang didapatkan oleh orang lain). Dan hasut inilah "hama" atau Virus yang sangat berbahaya, sebagai mana sabda nabi:
الحسد يأكل الحسنات ، كما تأكل النار الحطب.
Artinya:
Hasud, suka memakan berbagai kebaikan seperti halnya api memakan kayu bakar. HR. Abu Daud dan Ibnu Majah.
Mulai awal tahun 2000, beberapa tokoh Habaib di rasa oleh para Dzurriyah Walisongo dan para pendukungnya sering kali mengumbar narasi pelecehan, kebencian dan rasa tidak menyenangkan di publik (medsos), terhadap para tokoh kyai dan dzurriyah Walisongo atau 'Ulama' Nusantara. Sikap beberapa tokoh Habaib yang tidak produktif ini , dan sepertinya kurang mendapatkan 'pembinaan' dari para sesepuh marga atau organisasi yang mewadahi nya. Sehingga secara diam-diam ada 'Ulama' muda dzurriyah Walisongo yang Alim lagi Kritis, namanya KH. Imaduddin Al Bantani, mencoba melakukan 'penelitian literatur' terkait dengan Nasab para Habaib, dengan sampel Habib Rizieq Shihab dan Habib Bahar Smith. Dengan pertanyaan dasar (bassic Coestion) "benarkah para Habaib itu Dzurriyah Rasulillah ?" Jika memang benar,
"Masak Dzurriyah Rasulillah Akhlaqnya kok seperti itu ?"
Kesimpulan hasil penelitian KH. Imaduddin Al Bantani, ternyata Silsilah nasab Para Habaib atau Bani Alawi atau Ba'alawi adalah tidak terkonfirmasi bersambung dengan Rasulullah. Bahkan dalam catatan sejarah terputus selama sekitar 5,5 abad. Mulai abad ke 4 sampai dengan Abad ke 9 H.
Kemudian Kyai Imad melaporkan hasil temuannya ke berbagai pihak termasuk ke Robithoh Alawiyah (RA), sebagai tempat bernaung Bani Alawi (Ba'alawi).
Merasa tidak mendapatkan tanggapan yang memadai dan positif dari pihak Ba'alawi, akhirnya kyai Imad mempublikasikan hasil penelitian tersebut ke masyarakat luas, bahkan selanjutnya diorganisir dengan cukup besar dan massif. Sebagai counter balik dari pihak Ba'alawi yang merasa difitnah dan di-dlolimi oleh Kyai Imad dan para pendukungnya.
Para tokoh Ba'alawi melakukan pembelaan dan serangan balik yang lebih dahsyat, bahkan seringkali melibatkan massa pendukungnya (para jama'ah Muhibbin), sehingga menjadi blunder, sekalipun itu hanya di media sosial.
Hanya Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya (arrosyikhuuna fil 'ilmi) yang mengetahui "apakah mereka jujur atau ngawur, dalam membela *kebenaran atau atau nafsu keiblisannya*.
Sehingga kondisi terkini, perang di medsos antara kedua belah pihak sudah memprerhatinkan. Saling menikam, menyerang dan "membunuh" dengan berbagai cara, dengan brutal dan sadis. Sehingga jelas terbuka wujud maknawi masing-masing, seperti pertarungan di Padang Savana, diantara diantara keluarga, singa, serigala dan kawanan hena. Sudah jauh dari etika Islam dan persaudaraan, serta budaya luhur para ksatria.
C. Menakar Kebenaran Kedua Belah Pihak.
Sebelum menakar suatu kebenaran, penting sekali kita ketahui tentang apa itu kebenaran dan bagaimana kita bisa menakarnya dengan baik dan benar.
Kebenaran adalah sebuah informasi atau nilai yang sama antara informasi atau nilai tersebut dengan kenyataan yang sesungguhnya, mungkin secara fisik material mungkin juga secara ilmiah , hakiki , maknawi dan spiritual.
Dari sisi tingkatan dan nilai, kebenaran terdiri dari empat tingkat: indrawi, ilmiah, filosofis dan dogmatis.
Kebenaran Indrawi adalah kebenaran yang disaksikan oleh panca indera manusia atau istilah lain empiris atau fenomenal. Sedangkan kebenaran ilmiah adalah sebuah kebenaran yang saksinya adalah sebuah ilmu pengetahuan yang bersifat disiplin atau pasti lagi rasional. Adapun yang disebut kebenaran filosofis adalah sebuah kebenaran yang saksinya adalah beberapa jenis dan rumpun ilmu yang berbeda-beda, yang bersifat rasional dan interdisipliner. Adapun kebenaran dogmatis adalah sebuah kebenaran yang saksinya adalah keyakinan dan hati nurani.
Dan material polemik *Kebenaran Silsilah Nasab Ba'alawi* adalah lebih pada ranah dogmatis dan spiritual. Disebut lebih dekat dengan ranah dogmatis dan spiritual karena memang Nasab Ba'alawi sebuah keyakinan keluarga atas silsilah nenek moyang dan keturunan mereka.
Sedangkan pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian kyai Imaduddin Al Bantani adalah ilmiah murni (empiris dan rasional), tidak sedikitpun memberikan ruang filosofis apalagi dogmatis. Beliau mempergunakan pendekatan (cara pandang) ahlul hadits. Yang memandang kebenaran harus empiris dan rasional. Sehingga ketika beliau tidak menemukan data yang bersifat rasional dan empiris terkait putra Sayyid Ahmad bin Isa Al Muhajir, yang bernama Abdulloh atau 'Ubaidillah maka dia simpulkan bahwa bahwa Abdulloh atau 'Ubaidillah bukan putra Ahmad bin Isa. Bahkan keberadaannya pun adalah fiktif.
Sedangkan Kaum Ba'alawi berkeyakinan atas catatan keluarga yang terwariskan secara turun-temurun, bahwa nenek moyangnya (Abdullah atau 'Ubaidillah), adalah benar-benar putra Ahmad bin Isa Al Muhajir. Bahkan telah Syuhroh atau masyhur dan Ifadhah (terlaksana) dalam kehidupan sehari-hari, beberapa ratus tahun.
Ketiadaan data fisik (catatan dan kitab), di abad ke 4 sampai dengan Abad 8, tidak bisa menggugurkan keyakinan klan Ba'alawi. Karena tidak adanya catatan bisa jadi memang tidak ada yang mencatat karena sesuatu hal, atau sebenarnya ada catatan , tetapi tidak sampai kepada kita karena berbagai hal. Seperti yang disampaikan oleh seorang ulama' ahli nasab dari Syi'ah (Syekh Mahdi Ar Roja'i). Bahkan menurutnya ada sebuah kitab sejarah 50 jilid yang menjadi rujukan syekh Fahrudin Ar Rozi sebagai referensi terkait catatan tentang Abdulloh bin Ahmad Isa Al Muhajir, yang telah musnah dan tidak tersampaikan kepada kita.
Di samping ada juga teori yang bukan ilmiah, yakni analisis spiritual, dalam ilmu metafisika atau ilmu tasawuf. Kebenaran dalam ilmu ini saksinya adalah ruhani yang jernih. Dengan meditasi dan kontemplasi khusus, seseorang bisa berkomunikasi dengan orang yang sudah meninggal dunia. Sehingga seseorang bisa membuktikan kebenaran data dengan menggunakan metode ini. Metode yang biasa disebut dengan metode Barzakhi atau atau Takhotub. Sehingga mendapatkan keyakinan, baik secara 'ain, 'ilm maupun haqoiq.
Ainul Yaqin (keyakinan yang bersifat inderawi) atau empiris merupakan kebenaran paling dasar
Ilmul Yaqin (keyakinan yang bersifat ilmiah), sesuai dengan paradigma ilmu tertentu, khususnya ilmu pengetahuan (sain) dan teknologi.
Haqqul Yaqin (keyakinan yang bersifat hakikat), adanya kesesuaian antara teori ilmiahnya dan kenyataan dhohir maupun maknawinya.
Jika sekiranya Abdulloh atau 'Ubaidillah cara biologis tidak terkonfirmasi bersambung nasabnya ke pada Rasulullah (bukan putra Ahmad bin Isa), bisa jadi secara hakikat dia 'bernasabnya' adalah secara spiritual dan akhlaqi. Karena itulah dia bernama atau bergelar Abdulloh (hamba Allah)...
Sebuah gelar kewalian tertinggi, sebuah gelar yang diberikan kepada seorang kekasih Allah yang telah mencapai maqam *Tajalliyatullah* dengan berbagai Asma' Al Husna dan sifat-sifat-Nya.
Abdulloh juga sebagai gelar dasar yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad Saw di bawah gelar kenabian dan kerasulannya. Sehingga gelar tersebut mesti diwarisi oleh para waliyullah, yang sekaligus Kholifah Rasulullah sampai hari kiamat, sekalipun hanya dalam bentuk tashghirnya "*'Ubaidillah*.
D. Menyikapi Polemik Nasab.
- Pengantar.
Fenomena Sikap Beberapa kelompok, terhadap polemik "tesis" (kesimpulan sebuah penelitian, bukan karya ilmiah akademik), KH. Imaduddin Al Bantani ada beberapa macam.
Pada umumnya, masyarakat, organisasi pemerintah maupun keagamaan seolah-olah hanya 'menonton' sebuah pertarungan antara seekor harimau dan singa. Semuanya hanya menonton dengan harap-harap cemas, mau ikut melerai takut kena cakarnya, di samping juga karena tidak banyak orang yang menguasai ilmu nasab dan sejarah keluarga, kecuali ya anggota keluarga itu sendiri.
Para tokoh (saadah), baik dari kalangan dzurriyah Walisongo maupun dzurriyah Ba'alawi sudah terlanjur banyak yang menjadi tokoh di dalam panggung kehidupan politik dan keagamaan. Sehingga perseteruan ini juga akan menjadikan dua panggung tersebut menjadi hiruk-pikuk dan berserakan. Dengan demikian maka ketentraman dan keharmonisan kehidupan masyarakat, khususnya di kedua panggung tersebut akan menjadi terganggu juga.
Oleh karena itu sebaiknya para tokoh masyarakat, khususnya yang terkait dengan polemik tersebut mengambil peran dalam menghentikan polemik tersebut. Karena jika dibiarkan polemik ini bisa berubah menjadi 'pertempuran' di dunia Maya yang percikan nya bisa menimbulkan bara api permusuhan di alam nya.
- Kelompok pendukung tesis Kyai Imad.
Sebaiknya segera menghentikan bulian, cacian dan penyebaran serta ujaran kebencian terhadap klan Ba'alawi. Takutlah kepada Allah, yang telah melarang kita menghina saudara sesama muslim. Sebagai mana firman-Nya:
{ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ لَا یَسۡخَرۡ قَوۡمࣱ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰۤ أَن یَكُونُوا۟ خَیۡرࣰا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَاۤءࣱ مِّن نِّسَاۤءٍ عَسَىٰۤ أَن یَكُنَّ خَیۡرࣰا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوۤا۟ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلۡأَلۡقَـٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِیمَـٰنِۚ وَمَن لَّمۡ یَتُبۡ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ }
[Surat Al-Hujurat: 11]
*Artinya:*
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sebuah kaum diantara kalian saling mengolok-olok, jangan-jangan yang diolok-olok lebih baik daripada yang mengolok-olok. Demikian juga para wanitanya, jangan saling mengolok-olok. Karena bisa jadi wanita yang diolok-olok lebih baik dari pada yang mengolok-olok.
Dan janganlah kalian saling mencela, juga janganlah kalian saling memanggil dengan panggilan yang buruk. Seburuk-buruk nama adalah panggilan yang buruk-buruk setelah kalian beriman. Dan siapa saja yang tidak mau bertaubat, maka itulah orang-orang yang benar-benar dlolim".
Yakinlah bahwa kebenaran ilmiah adalah bukan merupakan kebenaran yang tertinggi, masih ada kemungkinan salah. Bisa jadi pada waktunya ada dalil yang bisa ditemukan. Misalnya ternyata Sayyid Ahmad bin Isa, mempunyai Istri yang tidak masyhuroh, sehingga putranya yang bernama Abdulloh atau 'Ubaidillah tidak ada yang mencatatnya, pada awal-awal abad di zaman beliau. Dan ini sangat biasa terjadi di kalangan para Masyayikh dan Saadaat.
Jangan sampai kita terlanjur mempertuhankan ilmu dan akal kita. Ternyata pada hakikatnya salah.
Sayangi sesama saudara muslim dengan melindungi harga diri dan kehormatannya. Allah pasti akan melindungi dan meninggikan harga diri dan kehormatan kita.
Marilah kita ingat dan peganggi pesan Rasulullah untuk kita semua, yang artinya:
"Seorang muslim adalah bersaudara dengan sesamanya. Tidak boleh saling berbuat dholim dan aniaya. Barangsiapa yang mau membantu saudara saudaranya, Allah pasti akan mencukupi kebutuhannya , barangsiapa yang membebaskan saudara, maka Allah akan membebaskan dari kesulitannya di. Dan barangsiapa yang mau menutupi aib saudara nya, maka Allah akan menutupi aibnya di akhirat".
Jika para pendukung tesis Kyai Imad, terus melakukan bullying dan caci maki dan menebar permusuhan, dan kebencian, pasti saudara kita juga semakin sakit hati dan benci serta dendam kepada kita, mereka juga adalah manusia, seperti kita yang punya perasaan juga tipu daya.
Dan suatu saat bisa membalas dendam perbuatan buruk kita, kepada kita atau anak cucu kita yang tidak ikut berbuat dosa.
Dan yang jelas, pasti terjadi permusuhan yang berkepanjangan, sehingga terjadi perpecahan umat dan bangsa Indonesia.
- Bagi mereka yang menolak tesis Kyai Imad, khususnya kaum Ba'alawi.
Sikap yang terbaik adalah husnudzon (berprasangka baik), taslim (menyerah) dan ridho (menerima dengan senang hati).
Berprasangkalah yang baik dengan Kyai Imad, seperti yang dia sampaikan. Bahwa beliau ingin mengetahui kebenaran silsilah nasab kita (silsilah nasab keluarga saya juga Ba'alawi Yang Walisongo), untuk membuktikan "benarkah nasab Ba'alawi itu muttasil dengan Rasulillah", khususnya mereka yang realitasnya akhlaknya tidak mencerminkan akhlak Rasulullah ?.
Sebagai bahan instrospeksi diri (muhasabah), sudahkah kita menjadi dzurriyah Thoyyibah bagi Rasulullah. Dzurriyah yang membanggakan leluhurnya. Atau jangan-jangan memang benar kita bukan dzurriyah Rasulillah.
Marilah kita berterima kasih kepada Kyai Imad, yang telah bersusah payah meneliti sampai menemukan Nasab nenek moyang kita. Yang ternyata tidak sambung dengan Rasulullah secara biologis. Marilah kita bertaubat kepada Allah karena kita telah berbangga diri dengan nasab suci Rasulullah... tetapi ternyata kita malah mengotori kesucian keluarga Rasulullah, dengan seringkali berakhlak Buruk....
Selain berprangka baik dengan niat baik kyai Imad, kita juga penting berprasangka baik kepada kompetensi (kemampuan), kyai Imaduddin Al Bantani. Tidak mungkin beliau berani "meneliti" nasab suci kebuah klan, yang selama ini telah masyhur (Syuhroh) dan berlaku di masyarakat (ifadloh), kalau belia seorang kyai atau ulama' biasa. Kalau melihat karya-karyanya tulisnya, saya bisa mengatakan bahwa KH. Imaduddin Al Bantani adalah Ulama' NU yang paling 'aliim di abad ini.
Setidaknya, ulama' Nusantara yang sekarang masih hidup. Bahkan beliau bukan hanya seorang ulama' (orang yang banyak ilmu agamanya, banyak membaca kitab), tetapi juga seorang peneliti (Al bahits).
Bagi mereka yang kontra terhadap tesis Kyai Imad, khususnya kaum Ba'alawi dan para Muhibbinnya, sebaiknya tidak melakukan kounter negatif (penolakan dengan emosional dan propokatif), Taslim (menyerahkan diri kepada Allah SWT), adalah sikap yang terbaik. Kalau bisa melaksanakan perintah Nabi "fal yaqul Khoiron au liyasmut". Ngalah bukan berarti kalah. Hanya Allah yang maha mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.
Toh kemuliaan yang sesungguhnya bukan pada Nasab, tetapi pada adab dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Firman Allah SWT: *Inna akromakum 'indallaahi, atqookum*. Sungguh yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang bertaqwa. Kata Nabi: *Inna alu Muhammadin attaqiyyu* sesungguhnya keluarga Muhammad itu adalah orang yang bertaqwa.
Kata Nabi juga: *Akmalul mukminina iimanan ahsanuhum khuluqan* paling sempurna keimanan orang-orang Islam adalah yang paling baik akhlaknya.
Kata Nabi juga; *Khoirun Nas anfa'uhum lin Nas, wa ahsanuhum khuluqan*. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya, dan yang paling baik akhlaknya.
Pernyataan, penemuan dan pembatalan ataupun menetapkan silsilah nasab keluarga kita, pada hakikatnya tidak akan mempengaruhi status kita di hadapan Allah SWT. Bahkan bisa memperringan beban moral kita kepada Rasulullah Saw.
- Bagi para pendukung dan muhibbin , baik dari kalangan dzurriyah Walisongo maupun dzurriyah Ba'alawi.
Sikap terbaik adalah ikut meredam polemik yang telah melampaui batas panas suhu pertentangannya. Jangan malah mengompori dan memperkeruh suasana polemik. Tidak perlu berlebihan di dalam membela dan mencintai, sehingga keluar dari koridor Islam ala Ahli Sunnah wal jama'ah. Dengan mencela, mencaci maki dan menebar kebencian terhadap lawan polemik. Ingatlah bahwa persaudaraan, persatuan dan kesatuan umat Islam adalah sesuatu yang sangat besar artinya bagi negara kesatuan Republik Indonesia.
Jangan sampai pembelaan yang ceroboh dari kita orang-orang yang kita cintai terjatuh ke dalam murka Allah SWT juga kehinaan di dalam kehidupan bermasyarakat.
- Para Tokoh yang terlibat dalam konflik , khususnya RA dan PBNU.
Sebaiknya Robithoh Alawiyah, jika memang merasa benar secara ilmiah, segera membuat team pembela Islam, dan memberikan jawaban di forum ilmiah di hadapan Kyai Imaduddin dan para pakar atau ulama' yang independen. Tidak membiarkan polemik berubah menjadi perang saudara.
Sedangkan PBNU, juga sangat penting untuk segera menunjukkan langkah konkret untuk melakukan rekonsiliasi antara kedua belah pihak yang lagi berpolemik, dengan penuh keadilan dan kearifan.
E. Penutup, Polemik Nasab.
Berdasarkan pengamatan penulis, adanya polemik nasab Ba'alawi ini memiliki beberapa kesimpulan:
1. Hikmah di balik ramainya diskusi tentang keberadaan nasab Ba'alawi banyak sekali hikmah yang bisa kita dapatkan, diantaranya:
a. Kita menjadi lebih mengetahui tentang:
- Nasab dua klan besar di dunia Islam, khususnya di Indonesia, yakni klan Ba'alawi dan Dzurriyah Walisongo. Dengan jalur dan karakteristik masing-masing.
- Mengetahui sebab musabab nya timbulnya polemik dan permusuhan di antara kelompok-kelompok manusia, khususnya umat Islam.
2. Ujub, Fakhr atau membanggakan diri dan nasabnya, adalah embrio tumbuhnya rasa Hiqd (tidak enak hati), ketika melihat atau mendengar orang lain mendapatkan kebaikan. Dan dari Hiqd tersebut berkembang menjadi Hasut. Dan karena hasut tersebut manusia menjadi "buta" dan "tuli", atas kebenaran yang datang kepada nya.
Karena hasut tersebut, berbagai kebaikan diri kita dan kebaikan saudara kita habis terbakar, sehingga nyaris tidak ada kebaikan dan kebenaran pada diri orang yang dihasadi.
Selanjutnya di mata orang yang hasut orang yang dihasadi semuanya salah dan jelek. Sehingga dia terjerumus pada perbuatan, meng-ghibah dan bahkan mem-fitnah.
Dengan meng-ghibah, seseorang secara spiritual telah memakan daging saudaranya. Dan itu sangat berbahaya ketika yang di-ghibah adalah ternyata 'ulama' beneran, karena 'daging' ulama' yang beneran, masmumun (beracun) secara ruhaniah. Sehingga pihak yang meng-ghibah bisa keracunan Ruhaninya. Akibatnya ruhani yang bersangkutan akan sakit dan bahkan mati.
Dan di antara tanda ruhani yang sakit : tidak bisa merasakan nikmatnya ibadah, malas dan berat untuk diajak ibadah tetapi ringan untuk berbuat maksiat.
Dan diantara tanda-tanda ruhani yang sudah mati:
Tidak bisa melihat hakikat , tidak bisa mendengar nasehat dan tidak bisa mengatakan kebenaran.
3. Seharusnya, ikhtilaf atau perbedaan pendapat melahirkan rahmat (kasih sayang), Pihak penemu kesimpulan bahwa Silsilah Nasab Ba'alawi tidak terkonfirmasi bersambung ke Rasulullah. Menyayangi dzurriyah Ba'alawi. Dengan memberitahu mereka dengan penuh kasih sayang dan perhatian serta dengan penuh perasaan (simpatik dan empatik).
Demikian juga pihak yang diberitahu, juga bisa dan mau menerima dengan senang hati, husnudzon dan penuh rasa syukur dan apresiasi.
4. Ternyata, banyak di antara saudara kita yang telah terjerumus ke dalam sikap ghulat (ekstrim) memutlakkan kebenaran yang dia dapatkan, dan lebih banyak lagi yang berlebihan fanatik buta ikut dan ikut-ikutan terhadap tokoh idola, pimpinan atau guru dan ulama' nya.
Kurang bisa membedakan di antara kebenaran yang nisbi dan kebenaran mutlak.
Kebenaran yang di dapat oleh manusia biasa semuanya bersifat nisbi (relatif), termasuk kebenaran ilmiah bahkan kebenaran ilmiah sceintific. Demikian juga kebenaran keyakinan tradisional (keyakinan yang terwariskan). Sedangkan kebenaran yang pasti hanyalah kebenaran milik Allah SWT.
Sehingga dalam kasus polemik nasab ini, masing-masing pihak seharusnya menahan diri, untuk tidak emosional menyalahkan pihak lawan. Karena keduanya pada hakikatnya mungkin benar dan mungkin salah. Di dalam kebenaran ilmiah tesis Kyai Imad ada kemungkinan salah, dan di dalam keyakinan klan Ba'alawi juga ada kemungkinan benar dan kemungkinan salah.
Marilah kita perbaiki hubungan silaturahmi dan komunikasi. Persaudaraan dan persahabatan.
Yakinlah bahwa Rasulullah tidak ridho (tidak senang), umat nya bertikai mengatasnamakan membela kesucian nasab beliau. Sedangkan kita sendiri telah merusak citra kesucian akhlak beliau dan juga keluarganya.
Kita mengatasnamakan beliau Allah dan rasul-Nya, padahal sebenarnya kita hanya membela dan mentaati hawa nafsu dan egoisme kita sendiri. Kita telah 'menyembah dan mempertuhankan hawa nafsu kita sendiri.
Na'udzubillaahi min dzaalik.
Was-taghfirullaahal 'adhiim.
Support Online