Umat
Islam, khususnya para pemimpin, pada tingkatan dan bidang apapun memiliki figur
contoh dan teladan yang sempurna dalam menjalani kehidupan, baik secara pribadi
maupun sebagai 'profesional' yaitu seorang anak manusia yang dilahirkan di
Padang pasir Saudi Arabia, di kota tua Makkah Al Mukaromah, yang bernama
Muhammad bin Abdullah.
Beliau
adalah seorang suami, juga bapak, juga kakek yang sukses merintis karir dan
perjuangan mulai dari kerja buruh menggembala kambing orang kaya, buruh
menyirami kebun kurma dan anggur, menjualkan dagangan saudagar kaya dan menjadi
menejer kafilah dagang ke luar negeri. Sampai akhirnya menjadi seorang nabi,
Rasulullah, yang otomatis sebagai kepala agama dan kepala negara sekaligus,
yang jaya dan berkuasa penuh. Akhirnya menjadi manusia yang paling berpengaruh
di alam semesta.
Fenomena
umat Islam pada dasa Warsa sekarang ini adalah masa yang sangat memprihatinkan,
umat terpecah belah dan saling menghancurkan, di antara firqah-firqah dan
aliran-aliran politik dan pemikiran. Di berbagai negara Islam yang seharusnya
menjadi negara yang aman dan nyaman sebagai mana adanya di zaman kejayaan.
Justru kondisinya sangat pilu dan memprihatikan.
Kondisi
seperti ini menimbulkan pertanyaan dalam benak kita, bagaimana peran para
pemimpin kita, tidak bisakah mereka kembali membawakan keamanan dan kenyamanan
untuk bangsa dan negaranya ? Apakah mereka tidak bisa lagi memprofil diri
sebagai mana figur 'sempurna' tuntunan umat Islam yang sempurna lagi bisa
menyempurnakan, yaitu Rasulullah Muhammad Saw.
Tulisan
ini sebagai usaha untuk menampilkan gambar figur pemberi solusi untuk semua
jenis persoalan, yaitu biografi Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
B.
Latar belakang kehidupan Sang Nabi.
Nabi
Muhammad Saw dilahirkan di zaman jahiliah (abad kegelapan), peradaban rimbawi
yang berlaku di hampir seluruh penjuru dunia, khususnya di jazirah Arabia. Di
hari Senin tanggal 12 robiul Awwal tahun 571 m.
Tahun
diserangnya Ka'bah (untuk dihancurkan) oleh Raja Abrahah dari Afrika, seorang
Nasrani yang mendirikan gereja yang megah agar bisa menyaingi popularitas
Ka'bah, tetapi tidak terwujud.
Muhammad
bin Abdullah, lahir sudah tidak ketemu dengan bapaknya. Sang ayah (Abdullah)
meninggal tatkala beliau masih baru dua bulan di kandungan sang ibu. Selama dua
tahun, sang bayi suci itu disusui dan di asuh oleh Ibu Halimah dari suku Bani
Sa'ad, suku Arab yang terkenal paling baik budi dan bahasanya. Kemudian diasuh
oleh ibundanya sendiri sampai umur 6 tahun. Ibunda sang calon nabi (Aminah),
wanita yang sangat amanah ini meninggalkan putra satu-satunya itu pada usia 6
tahun, sebagai praktis Muhammad kecil ini sudah yatim piatu ketika masih umur 6
tahun tersebut. Selanjutnya sang Nabi kecil diasuh oleh kakeknya (Abdul
Muthalib), selama dua tahun, dan di bawah asuhan pamannya (Abu Tholib), mulai
umur 8 tahun sampai beliau menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, seorang
janda yang kaya raya, saudagar (ekspor impor).
Muhammad
bin Abdullah, memiliki garis nasab dan silsilah kenabian yang agung dan suci.
Melalui bapak dan ibunya, sambung menyambung sampai kepada Nabi Agung Ibrahim
sang Abul Anbiya' (bapak para nabi), Melalui Nabi Asmail As. Walaupun hidup di
era jahiliah dan kaum penyembah berhala, seluruh jalur lurus dari pihak bapak
dan ibunya, serta pengasuhnya terdiri dari orang-orang yang beragama hanif,
bersih dan penyembah berhala dan perzinaan. Beliau pernah bersabda "saya
punya 500 ibu, semua nya bersih dari perzinaan dan penyembahan berhala".
Kakek dan paman yang mengasuh beliau adalah ketua takmir Masjidil haram. Tokoh
agama yang paling dihormati di kalangan masyarakat Arab pada saat itu.
C.
Pendidikan Calon Nabi.
Muhammad
bin Abdullah, sang kandidat Nabi dan Rasulullah Saw juga super leader, mengalami proses pendidikan kehidupan dan
karakter yang sangat berat. Sekalipun tidak dalam bentuk pendidikan formal.
Masa
balita Muhammad pada usia dini dua-tiga hari sampai usia sempurna dua tahun,
beliau disusui oleh Ibu Halimah di sebuah kampung suku Sa'ad yang terkenal
dengan keaslian bahasa Arabnya. Juga dengan
kehalusan budinya. Ibu Halimah sesuai dengan namanya, beliau juga
berkepribadian yang Halim (sederhana, halus Budi lagi santun).
Penitipan
bayi untuk disusukan pada "profesional" dari kalangan orang desa
adalah merupakan adat dan tradisi dari masyarakat elit Arab (suku Quraisy) pada
saat itu.
Di
masa pendidikan usia dini (paud) ini dan di bawah susuan dan asuhan Bu Halimah
as Sa'diyyah sang calon rasul, mengalami
operasi spiritual (tazkiyatun nafsi) yang pertama, yang dilakukan oleh malaikat
Jibril. Ketika Muhammad kecil lagi bermain dengan saudara sesusuan putra Ibu
Halimah. Dengan bentuk animasi yang dilihat dan dirasakan oleh beliau seperti
dibelah nya dada dan didicucinya jantung hati beliau, serta diisinya dada
dengan betu permata dan mutiara. Sehingga beliau semenjak itu telah memiliki
jiwa yang bersih dan hikmah dan kearifan yang luar biasa.
Setelah
selesai masa penyusuan, pendidikan sang calon rasul, dilanjutkan oleh ibunya
sendiri berada dengan kakeknya. Keduanya sangat sayang kepada Muhammad kecil
ini. Siti Aminah, sang ibu adalah penanam pertama dan utama. Sebagai mana
namanya sang ibu ini seorang yang sangat amanah, karena itulah pada diri nabi,
semenjak kecilnya, sudah populer digelari dengan Al Amin, karena memang
beliaulah orang yang paling amanah di muka bumi ini.
Ibunda
ini juga yang mengajarkan berbakti kepada orang tua. Diajaknya beliau berziarah
ke makam bapaknya (Abdullah suami Aminah), putra Abdul Muthalib yang paling
disayang oleh bapaknya. Di daerah perkampungan antara perjalanan Makkah dan
Madinah, di Desa Abwak. Dan ibunda
tercinta ini meninggal dunia dalam perjalanan pulang dari ziarah ini. Sehingga
Muhammad kecil ini lengkap menyandang gelar yatim piatu ketika beliau masih
berumur delapan tahun. Beliau yang sangat halus budi ini terpukul berat dengan
kenyataan ini, bahkan beliau sampai mengalami shock dan sakit panas sampai tak
sadarkan diri sekitar 2 atau 3 hari. Dan inilah pelajaran hidup yang paling
membekas di dalam jiwa manusia yang paling mulia ini, pelajaran tentang rasa
cinta dan kemanusiaan.
Setelah
meninggalnya Ibunda tercinta Muhammad kecil diasuh oleh kakeknya yang sangat
mencintainya. Usia beliau pada saat itu baru 6 tahun. Abdul Muthalib, sang
kakek ini orangnya sangat bijaksana, beliaulah yang memberi nama cucunda
tercinta ini dengan nama yang sangat tepat dan filosofis "Muhammad"
yang artinya orang yang terpuji, sebagai bentuk dhohir yang melengkapi nama
"azali" nya yang telah diberikan oleh Allah SWT "Ahmad"
yang artinya suka memuji atau berkecenderungan di dalam hal-hal yang terpuji.
Sang
kakek inilah yang menorehkan psikologi ke'arifan di dalam jiwa sang Nabinya
Akhlak mulia, yang akhlaknya adalah Al
Qur'an. Ditanamkannya dengan penuh cinta kasih, sebagai cucu tercinta yang
orang Jawa punya istilah 'gantelane ati" (tambatan hati). Karena sang cucu
ini adalah anak dari putra kesayangannya (Abdullah) yang meninggal dunia di
usia muda (+-18 tahun), di kala sang calon nabi masih berusia 2 bulan di
kandungan ibunya. Muhamad berada di bawah asuhan sang kakek selama dua tahun.
Selanjutnya beliau amanahkan langsung dan khusus Muhammad kecil ini kepada
putranya yang paling sholih, yang bernama Abu Tholib, paman nabi sekaligus
bapaknya sang ksatria agung Ali bin Abi Tholib, karromallaahu wajhahu.
Semenjak
usia 8 tahun, setelah meninggalnya sang kakek, Muhammad kecil berada di bawah
asuhan dan pendidikan sang paman "Abu Tholib". Seperti halnya bapaknya,
Abu Tholib mengasuh keponakan dengan penuh kasih sayang, sebagai mana mengasuh
putra sendiri. Abu Thalib senantiasa mengajarkan kemandirian, tanggung jawab
dan sikap kesatria. Dilibatkannya sang keponakan dalam berbagai bentuknya
kehidupan. Mulai dari kehidupan rumah tangga, bekerja mencari nafkah, membela
suku bangsa, dan kehidupan beragama.
Bersambung
insya Allah...
Comments[ 0 ]
Posting Komentar