Menanti Kedatangan Lailatul Qadar di Siang Hari
Oleh; Kharisudin Aqib.
Sejarahnya terjadinya Lailatul Qadar
Lailaitul Qadar terjadi dan dialami oleh Rasulullah saw, pada hari Senin, tanggal 21 Ramadlan, tahun 610 M. ketika beliau bertahannuts, di gua hira yang terus menerus (intensif).menjelang akhir bulan Ramadlan. Dan menjelang akhir malam. Ketika itu Nabi berusia 40 tahun. Tentang tanggal terjadinya, para ahli sejarah terjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang berpendapat tanggal 17 Ramadlan, sementara ada yang tanggal 21 Ramadlan (ini yang lebih kuat).
Tahannuts, adalah berdiam diri di tempat yang sunyi dan jauh dari keramaian manusia, dan nabi melakukannya di gua hira, sebuah gua kecil di atas gunung cahaya (jabal nur), sekitar 5 km arah utara kota Makkah. Tahannuts ini telah menjadi tradisi para nabi atau pencari kebenaran, bahkan juga masyarakat Arab, jika mereka menghadapi masalah-masalah penting. Untuk mendapatkan solusi dan jalan keluar, mereka melakukan tahannuts di gua-gua yang jauh dari keramaian kota.
Demikian juga Nabi Muhammad juga telah cukup lama punya kebiasaan melakukan tahannas, dan gua yang dijadikan tempat langganan beliau adalah gua hiro. Sebuah gua yang terletak di puncak jabar nur (sebuah gunung batu yang terletak sekitar 5 km arah utara kota Makkah). Gua ini posisinya sangat bagus, karena di samping tempatnya susah di dapatkan juga kebetulan bentuk dalam gua persisi menyerupai mihrob (pengimaman), dan di arah depannya ada celah yang lurus pandang menuju ke kabah.
Ketika menjelang malam ke tujuh belas bulan Ramadlan, Nabi sudah merasakan ke anehan-keanehan seperti alam lingkungannya menjadi asri dan bersahabat, bahkan rerumputan dan bebatuan menyalaminyi. Sampai akhirnya di waktu dini hari, beliau merasakan didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih dengan rambut hitam pekat, yaitu Malaikat Jibril.
Malaikat Jibril itu menyapa beliau dan mengatakan bahwa ia adalah utusan Allah, untuk menyatakan bahwa dia (Muhammad ibn Abdullah), kini diangkat sebagai seorang Nabi (orang yang berhak mendapat akses ke alam rohaniyah).Malaikat intu menunjukkan selembar kertas yang berisi tulisan dan memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk membacanya, seraya berkata;
bacalah hai Muhammad sampai diulang tiga kali, nabi tetap menjawab, saya tidak bisa membaca. Baru kemudian malaikat tersebut membacakan tulisan yang ada di lembaran tersebut, yaitu kalimat yang ada pada ayat 1-5 surat al-alaq.
Nabi merasakan didekap oleh orang tersebut sampai nabi merasakan sesak nafas, dan gemetaran, dan kemudian Nabi pulang ke rumah sayyidah Khadijah masih dalam keadaan gemetaran dan kedinginan, dan minta diselimuti oleh istrinya.
Ayat-ayat tentang Lailatul Qadar
Di dalam al-Quran hanya ada tiga term lailatul qadar, yaitu yang terdapat dalam
surat al-Qadar (97). Dan tidak ada lagi ayat lain yang memuat term tersebut.
Allah SWT berfirman:
اِنَّاۤ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
وَمَاۤ اَدْرٰٮكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ ۗ
لَيْلَةُ الْقَدْرِ ۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍ ۗ
تَنَزَّلُ الْمَلٰٓئِكَةُ وَا لرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْ ۚ مِّنْ كُلِّ اَمْرٍ ۛ
سَلٰمٌ ۛ هِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
"Artinya:
Sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Quran) pada lailatul qadar, (malam kemuliaan)[1593].
Dan tahukah kamu apakah lailatul qadar itu?
Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
[1593] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu permulaan turunnya al-Quran.
Hadis Nabi tentang Lailatul Qadar
Beberapa pernyataan tentang lailatul qadar ini antara lain:
Abu Hurairah ra berkata: Ketika hampir tiba bulan Ramadlan Rasulullah saw bersabda: Kini telah tiba padamu bulan Ramadlan, bulan yang diberkahi, Allah mewajibkan atas kamu berpuasa, dibuka semua pintu surga, dan ditutup pintu-pintu neraka, dan dibelenggu setan-setan. Di dalam bulan Ramadlan ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, maka siapa yang tidak mendapatkannya berarti kecewa.” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i).
Abu Hurairah berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من قام ليلة القدر ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه (رواه البخارى والمسلم).
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang bangun di malam lailatul qadar, terdorong karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya di waktu lampau.” (HR. Bukhari-Muslim).
Aisyah ra berkata: Apabila Nabi memasuki malam-malam akhir (21-23-25-27-29) bulan Ramadlan, dari malam 21-30. Bangun semalaman suntuk dan membangunkan istri-istrinya, dan mengeratkan ikat pinggang. Biasanya Rasulullah saw, lebih rajin ibadahnya pada malam likuran bulan Ramadlan, lebih dari malam-malam lainnya. (HR. Muslim).
Hari Senin adalah hari lahirku, juga hari aku diutus (karena hari itu turunnya wahyu pertama). (al-Hadits).
ANALISIS PSIKO-SUFISTIK
ATAS PERISTIWA LAILATUL QADAR
Analisis Kebahasaan dan Historis
Secara kebahasaan dan historis, peristiwa lailatul qadar yang disebutkan dalam ayat 1, 2 dan 3, surat al-Qadar dapat disibak makna dan hakekat apa yang dimaksudkan dengan lailatul qadar, yang cukup misterius dan menjadi teka-teki yang akhirnya menjadi keyakinan yang seringkali terasa dipaksakan, karena tidak rasional. Kita kembali memakai rumus, al-ibrah bi umumil lafazh, laa bi khusushis sabab (makna dari arti umum lafad, bukan arti khusus sebab turunnya ajaran).
Lailatul qadar terdiri dari dua kata bahasa Arab, lailat/h (malam), al-qadar (ketentuan, ukuran, penentuan), sehingga lailatul qadar berarti malam ketentuan/malam penentuan. Sedangkan secara istilah, lailatul qadar berarti malam dimana Allah menurunkan para malaikat langit untuk mengurus berbagai persoalan kehidupan yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Sementara pemahaman umum adalah malam dimana Allah akan melipat ganda pahala amal perbuatan manusia sampai bernilai lebih baik dari seribu bulan. Sedangkan makna alternatif adalah suatu malam dimana Allah menentukan keadaan kejiwaan, pemikiran, nasib dan amal seseorang sampai terjadi perubahan pola piker dan sikap mentalnya.
Secara historis, lailatul qadar terjadi:
Nabi sudah berumur 40 tahun, umur dimana puncak kecerdasan spiritual mencapai masa klimaksnya yang pertama. Yang biasanya akan terjadi lagi pada umur 50 dan 60 tahun.
Nabi dalam kondisi dirundung duka memikirkan kerusakan moral masyarakatnya, secara terus menerus memohon petunjuk Allah akan kebenaran jalan hidup yang dapat membimbing masyarakatnya menuju jalan hidup yang benar dan diridlai Allah.
Nabi dalam keadaan meditasi di gua hira, gua yang terletak di tempat yang sangat sulit dicapai orang, gua ini berbentuk persis menyerupai mihrab (pengimaman mushalla kecil), di tebing gunung hira 20 m dari puncak. Dan kebetulan gua ini membelakangi kabah persis, sehingga orang yang meditasi atau shalat di situ persis menghadap kabah, dan kebetulan lagi dinding belakangnya ada celah yang secara otomatis kabah terlihat dari situ.
Terjadi akhir bulan Ramadlan antara tanggal 17 dan atau 21 Ramadlan. Waktu dimana riyadlah (tirakat) atau tahannuts sudah dilaksanakan cukup lama. Riyadlah (tirakat), adalah proses pendewasaan spiritual, sebagaimana proses pengeraman telur untuk sebuah penetasan atau proses pengepompongan sehingga terjadinya metamorphose. Maka lailatul qadar ini, mungkin saja terjadi tanggal 17 Ramadlan karena Nabi memulai tahannuts sebelum masuk bulan Ramadlan, atau memang tanggal 21 Ramadlan karena Nabi memang memulai riyadlah awal Ramadlan.
Terjadi di akhir malam, menjelang fajar adalah waktu yang paling kondusif untuk terjadinya pencerahan. Karena secara etener waktu tersebut sangat kondusif untuk perjalanan bahasa dan suara batin, seperti;doa-doa, panggilan dan komunikasi batin (telepati), dan lain-lain yang bersifat spiritual, termasuk di dalamnya kemungkinan terjadinya kasyf (pencerahan).
Nabi merasakan gemetar dan keringat dingin, sampai pulang ke rumah istrinya. Dan pada kesempatan berikutnya istri Nabi mengajak nabi untuk berkonsultasi kepada rahib (Waraqah ibn Naufal) yang masih paman dari sidi Khadijah. Dan beliau meyakinkan bahwa yang menemui beliau di gua hiro itu adalah namus (jibril), malaikat yang membawa wahyu untuk para Nabi dan Rasulullah.
Lailatul Qadar adalah Kasyf Nabawi
Atas dasar analisis interdisipliner tersebut, maka dapat dikatakan, bahwa lailatul qadar adalah jenis kasyf nabawi, baik yang dialami oleh Nabi Muhammad sendiri (pada malam turunnya wahyu pertama), maupun yang dialami oleh umat Islam pada tanggal-tanggal likuran (20-30 Ramadlan), atas ketekunan an ketulusannya dalam menunaikan ibadah puasa adalah jenis kasyf nabawi.
Karena lailatul qadar adalah termasuk dari jenis kasyf nabawi (positif), maka lailatul qadar adalah peristiwa individual psikologis. Artinya dialami, dirasakan secara perorangan dan bersifat kejiwaan. Bukan peristiwa komunal dan kosmologis sebagaimana pemahaman masyarakat umum. Lailtul qadar adalah pencerahan yang dialami dan dirasakan oleh orang yang menjalani riyadlah (latihan kejiwaan), dengan serius sebagaimana puasa di bulan Ramadlan dengan penuh keimanan dan ketulusan hati.
Karena Lailatul qadar adalah jenis kasyf nabawi, maka lailatul qadar tidak mungkin dialami oleh orang yang tidak melakukan riyadlah dengan niatan iimanan wahtisaaban dalam waktu yang sudah cukup lama (sekitar 20 harian). Karena lailatul qadar adalah pencerahan agung yang dapat merubah orientasi, motivasi dan sikap mental seseorang sehingga nilainya lebih baik daripada seribu bulan, maka lailatul qadar dapat diibaratkan sebagai metamorphose spiritual.
Kenapa ungkapan-ungkapan Nabi tentang lailatul qadar kok tampak bersifat komunal, kosmologis dalam arti; bahwa lailatul qadar adalah suatu malam yang akan melibatkan semua makhluk yang ada pada saat itu? Jawabannya adalah karena kebijakan nabi dalam mengkomunikasikan ajarannya kepada para sahabatnya. Nabi senantiasa berbicara dengan orang lain sesuai dengan kadar inteligensi orang yang diajak bicara. Pemahaman seperti itulah yang dapat difahami oleh masyarakatnya.
Tanda-tanda alam yang syahdu, damai dan harmani adalah perasaan si penerima kasyf tersebut (lailatul qadar itu), tidak terjadi secara alamiah yang dapat dilihat dan dirasakan oleh semua orang, yang tidak sedang mengalami pencerahan itu. Karena kasyf tersebut yang akan menyelaraskan (harmonisasi) psikologis yang bersangkutan sehingga serasa indah alam sekitarnya dan bahkan berubah sama sekali kepribadiannya.
Lailatul qadar dicari di selama bulan Ramadlan saja, adalah karena bulan Ramadlan merupakan bulan riyadlah (latihan kejiwaan), bagi umat Islam. Ajaran Islam didesain dengan kelengkapan latihan kejiwaan, sebagai upaya harmonisasi integral kepribadian seorang muslim. Puasa Ramadlan dan semua sistem yang ada di bulan Ramadlan, adalah lembaga resmi pembinaan kejiwaan umat Islam, sehingga pada dasarnya latihan kejiwaan seperti di bulan Ramadlan juga dapat di lakukan di luar Ramadlan, demikian juga hasilnya, yakni menerima pencerahan yang disebut lailatul qadar.
Hampir semua tradisi ketimuran (Hindu,Budha,khong Huchu, Jawa, dll), mengenal tradisi tirakat (latihan spiritual) untuk mempersiapkan jiwa dan raga menerima tugas dan tanggung jawab sosial yang besar, dengan berbagai macam jenis puasa dan laku. Ada puasa patigeni, puasa mutih, puasa ngalong, ngrowot dan lain-lain. Dengan masa yang berfariasi, 3 hari, 7 hari 41 hari satu tahun dan sebagainya. Dengan menyedikitkan makan,minum, tidur dan sek, serta memperbanyak dzikir dan ibadah kepada Allah.
Dengan mengamalkan latihan spiritual yang sama dengan apa yang diajarkan oleh Rasullah, dalam rentang waktu yang sama akan memberikan dampak dan efek pencerahan yang tidak jauh berbeda, yakni kasyf nabawi yang akan mampu merubah kepribadian seseorang. Tetapi sudah barang tentu tidak sama kalam kaitannya dengan berbedanya kondisi sosiologis, antara bulan Ramadlon dan bukan bulan ramadlon.
Kebaikan dan pahala yang sangat besar (lebih baik dari beramal seribu bulan) di luar malam itu, adalah karena beramal dalam keadaan kasyf adalah benar-benar (ikhlas, tulus dan masuk ke alam ketuhanan, maka sudah barang tentu diterima oleh Allah, yang nilainya lebih baik dari pada beramal seribu bulan di luar lailatul qadar, karena amal itu belum tentu diterima oleh Allah. Demikian juga ilmu yang diperoleh pada waktu kasyf itu manfaatnya dalam merubah perilaku dan sikap mental akan lebih baik daripada ilmu yang diperoleh melalui belajar biasa dalam waktu puluhan tahun, sehingga malam itu nilainya lebih baik dari pada seribu bulan.
Sehingga lailatul qadar dapat analogkan dengan malam menetasnya telur ayam dan bangsa burung, atau malam terjadinya metamorphose kepompongnya berbagai jenis serangga menjadi kupu-kupu dan sebangsanya. Malam perubahan yang sangat drastis, fantastis dan dramatis. Walaupun mungkin juga terjadi di siang hari, tetapi ini sangat jarang. Sehingga tidak dikenal istilah naharul qadar (siang penentuan).
Lailatul qadar akan merubah anatomi spiritual manusia, dari bentuk hayawani (kebinatangan), menjadi berbentuk malaikati. Dan dengan berubahnya bentuk anatomi seseorang, maka akan berubah pula makanan dan kegemaran rohaniyahnya. Sebagai makanan hewani dengan makanan malaikati. Yang semula kegemarannya bersifat materialistic menjadi gemar hal-hal spiritualistic.
Upaya Mendapatkan Lailatul Qadar yang Produktif
Agar dapat menggapai lailatul qadar yang lebih produktif, yakni selain mendapat manfaat uhrawi juga mendapat manfaat duniawi atau ijtimai (sosiologis) ka cara-cara konvensional, seperti ngambeng (shadaqah makanan di malam-malam ganjil bulan Ramadlan, itikaf di malam-malam ganjil tersebut dan juga mujahadah di malam-malam tersebut) adalah tidak cukup. Keseriusan puasa dan beramal di bulan Ramadlan tidak hanya pada malam-malam likuran, tetapi sejak awal bulan Ramadlan, bahkan sampai seterusnya.
Bahkan keseriusan dan kesabaran dalam beribadah puasa di bulan Ramadlan harus di mulai sejak awal bulan Ramadlan, dengan;
Menjaga syarat rukunnya puasa,
Menjaga puasa dari hal-halnya yang membatalkan pahalanya puasa,
Menjaga tujuh anggota tubuh dari maksiat kepada Allah.
Menjaga hati dari melupakan Allah.
Menghayati bahwa puasa Ramadlan adalah forum pertapaan bagi umat Islam.
Syarat-rukun puasa adalah pengkondisian jiwa dengan meibatkan anggota badan, khususnya yang terkait dengan sumber energi seseorang, yaitu makanan dan minuman serta hubungan seksual. Dengan pembatasan pemenuhan kebutuhan tersebut, jasmani akan mengalami kelemahan dan kreatifitas rohani dan intelek akan menguat.
Hal-hal yang membatalkan pahalanya puasa adalah sebetulnya esensi dari makna puasa itu, menghindari dan menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan pahalanya puasa adalah puasanya jiwa. Dengan melaksanakan pauasanya jiwa, maka jiwa akan cepat mengalami kematangan.
Demikian juga menjaga anggota tubuh untuk tidak melakukan maksiat kepada Allah Allah adalah puasanya rohani.Dengan konsentrasi dari tiga anggota dasar kemanusiaan jasad, jiwa dan ruh, yang terkonsentrasi dalam taat kepada Allah dan senantiasa mengharap ridlo Allah, maka seseorang akan dapat mengalami pencerahan (kasyf) yang nilainya kebaikannya lebih baik dari seribu bulan.
Penghayatan bahwa bulan ramadlan adalah bulan pertapaan bagi umat islam adalah sangat penting. Bukan sekedar untuk kepentingan akhirat dan terlepas dari kepentingan duniawi. Konsep Islam bahwa dunia dan akhirat adalah dua alam yang tidak terpisah tetapi satu kesatuan. Semua amaliyah keislaman memiliki manfaat dua dimensi, yakni dunia-akhirat.
Konsep lailatul qadar yang produktif memiliki dampak dan menjadikan pribadi yang sholih secara spiritual dan sekaligus sholih secara sosial. Pribadi yang mengalami lailatul qadar akan berubah secara psikologis dan performentnya sebagai mana makhluk lain mengalami metamorfose, maka pada diri manusia disebut metamorphose spiritual.
Jadi badan spiritualnya-lah yang mengalami metamorphose, maka konsumsi spiritual dan kesenangannya juga mengalami perubahan yang sangat drastis dan fantastis. Sebagamana ulat yang telah berubah menjadi kupu-kupu. Semula ia senang daun muda dan bergerak melata, berupa menjadi senang madu dan bunga-bunga, sedangkan cara geraknya menjadi terbang.
Orang yang mengalami peristiwa lailatul qadar organ ruhaninya mengalami perubahan struktur maka konsumsi dan tabiatnyapun juga berubah. Yang semula kesukaannya makan daunmuda dan melata di tanah, akan berubah bergerak di alam angkasa dan makan madu (manisnya peribadatan dan pendekatan diri kehadirat Tuhan).
Implikasi Kasyf Nabawi Lailatul Qadar atas Perilaku Umat Islam
Pemahaman dan faham keagamaan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku manusia, kareana memang perilaku adalah operasionalisasi atas pemikiran seseorang, dan pemikiran seseorang terbangun atas dasar pemahaman keagamaan atau idiologi serta filsafat hidup yang dipegangi oleh seseorang. Termasuk diantaranya adalah pemahaman tentang doktrin lailatul qadr. Lailatul qadr dengan pemahaman konfensional yang kosmologis (seolah-olah peristiwa yang melibatkan alam di luar diri manusia), dan massal (mengena pada semua orang), akan memiliki implikasi yang kurang proggressif. Sedangkan pemahaman yang proggressif dan rasional akan memiliki implikasi positif terhadap prilaku umat islam secara massal.
Pemahaman lailatul qadar yang rasional ini akan berimplikasi positif yang sangat besar, setidaknya adanya perubahan perilaku dan sikap mental setelah menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadlan. Karena kriteria suksesnya puasa Ramadlan adalah kembalinya kepada fitrah kemalaikatan pada diri manusia.
Karena jika seseorang mengalami kasyf yang merupakan buah dari keseriusannya dalam beribadah di bulan Ramadlan, maka ia akan memiliki perubahan mentalitas dan moralitas yang baru. Maka ia akan menjadi pribadi baru yang;
Spiritualis, artinya ia akan sangat peka terhadap isyarat-isyarat spiritual dari Allah swt. Ia adalah pribadi yang dapat merasakan nikmatnya peribadatan dan juga memiliki orientasi ruhaniyah dalam kehidupannya.
Humanis, artinya ia akan memiliki kepekaan social yang sangat baik. Pribadi humanis adalah pribadi yang sangat peduli terhadap kondisi nasib kemanusiaan, serta memiliki tenggang rasa yang tinggi.
Harmonis, artinya ia akan menjadi pribadi yang memiliki keseimbangan antara komunikasi vertikal (dengan Allah), dan komunikasi horizontal (dengan sesama manusia). Ia akan dapat memiliki kepribadian think universally (berfikir luas) ackting locally (bertindak lokal). Ia akan memiliki jiwa seni dan ilmu secara seimbang.
Beretos kerja tinggi, orang yang mendapat pencerahan lailatul qadar, ia kan memiliki semangat berkarya, karena akan memiliki faham bahwa bekerja adalah ibadah, bekerja sesuai dengan profesinya adalah merupakan tugas utama hidup manusia sebagai khalifatullah di muka bumi.
Dirinya menyadari bahwa hidup adalah tugas untuk beramal yang sebaik-baiknya dan sebanyak-banyaknya.