Kajian Psikosufistik Pendidikan
Islam
Oleh : Dr. KH. Kharisudin Aqib, M.
Ag
A. Pendidikan Islam adalah kelanjutan dari misi dakwah Rasulullah
Muhammad Saw, yaitu Li utammima makaarimal akhlaq (menyempurnakan kemuliaan
akhlak (kepribadian, atau karakter). Menyempurnakan dalam arti menumbuh
kembangkan dengan serasi dan harmonis. Sedangkan kemuliaan berarti keterpaduan antara keunggulan (ekselensi) dan
keberbedaan dengan yang lain (distingsi).
Sehingga pendidikan Islam berarti suatu proses penumbuh kembangan
kepribadian manusia menjadi manusia yang berkarakter yang serasi dan harmonis
dalam keunggulan dan keunikan.
Akhlak, kepribadian dan karakter adalah sebuah ungkapan atau konsep
yang maknanya adalah sebuah totalitas diri seorang manusia yang merupakan
integrasi kesadaran (perpaduan antara kesadaran jasmaniah dan kesadaran
rohaniah). Sedangkan hal tersebut merupakan wujud maknawi dan hakiki seorang
manusia. Yang secara garis besarnya terdiri dari tiga organ penting, yaitu:
kepala, badan dan tangan-kaki. Ketiga organ penting ini sekaligus sebagai obyek
pendidikan Islam. Karena ketiganya merupakan perwujudan dari tiga potensi dasar
manusia, yakni; kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan) dan psikomotorik
(perbuatan).
Pendidikan Islam bertugas selain menumbuh kembangkan kepribadian
yang serasharmonis antara kognitif, afektif dan psikomotorik dengan baik.
Dengan cara memberikan pengetahuan, penghayatan dan praktek dalam keilmuan
secara seimbang dan serasi, Sebagai mana keseimbangan perkembangan kepala,
badan, tangan dan kaki.
Ilmu pengetahuan seseorang sebaiknya tidak lebih baik daripada
penghayatan seseorang terhadap ilmu tersebut, demikian juga halnya praktek dan
Pengamalannya juga harus terampil dan baik, dengan menyeimbangkan antara tehnis
pengajaran, pembiasaan dan bimbingan praktis. Khususnya dalam bidang pendidikan
moral keagamaan.
Di samping tiga aspek tersebut, dalam jiwa sebagai hakekat pemilik
akhlak, kepribadian dan karakter seseorang ada tiga dorongan atau
kecenderungan, yaitu; keinginan (syahwat), emosi (ghodhob) dan pengetahuan
(ilmu). Ketiga hal tersebut berada dan bersifat software (perangkat lunak atau
lathifah) yang menempel dalam sistem kerja hardware (perangkat keras) yang
disebut dengan: otak kanan, otak kiri dan otak depan. Sedangkan otak belakang
sebagai pengendali keseimbangan gerakan badan, dan otak tengah (Mesenchepalon)
bertugas mengkoordinasikan kerja semua bagian otak, sehingga menghasilkan
kesadaran majemuk dan meaningtif (kecerdasan
spiritual).
Disamping itu semua, pada dasarnya jiwa memiliki empat macam tabiat
(sifat bawaan) yang tampak dalam sikap mental dan perilaku seseorang, yaitu:
tabi'at bahimiyah (binatang jinak), sabu'iyah (binatang buas), syaithoniyah
(kesetanan), dan tabiat malaikatiyah (kemalaikatan).
Keempat macam tabiat tersebut secara potensial ada pada setiap
orang dengan dominasi dari salah satu dari keempatnya.
Tabiat yang mendominasi diri seseorang itulah akhlak, kepribadian
dan karakter orang tersebut serta wujud maknawi dirinya.
Tabi'at bahimiyah adalah tabiat kebinatang jinakkan, yakni suka
makan- minum, bermalas-malasan atau
tidur dan melampiaskan nafsu seksual.
Tabi'at sabu'iyah atau kebinatang buasan adalah kesukaan
bertengkar, menyakiti orang lain, mengalahkan dan berbuat onar.
Dan tabi'at syaithoniyah adalah kesukaan untuk berprilaku seperti
setan, seperti; iri hati, hasut, dengki, takabur dan licik.
Sedangkan tabi'at malaikatiyah kesukaan berbuat ta'at dan mendekat
kepada Allah SWT, serta menjauhi maksiat.
Sehingga orang yang didominasi oleh salah satu dari tabi'at-tabi'at
tersebut kepribadian, Karakter dan akhlaknya adalah mungkin bahimi, sabu'i,
syaithoni atau malaikati, dan juga wujud maknawi (wujud di alam astral atau
alam metafisika), sekitar binatang ternak ( sapi, kambing dll), binatang buas
(anjing, ular, buaya dll), setan (genderuwo, kuntilanak dll), serta malaikat
(manusia tampan atau cantik yang bercahaya terang).
Disamping menjaga, mengasah dan meningkatkan kualitas kecerdasan
spiritual, emosional, intelektual dan kinestetik, pendidikan Islam bertujuan
merubah karakter peserta didik (siswa santri), dari berkarakter negatif
(bahimiyah, sabu'iyah dan syaithoniyah) menjadi berkarakter positif
(malaikatiyah). Dan itulah manusia yang sesungguhnya, yang disebut Muttaqin
(orang yang benar-benar bertaqwa), yakni manusia berkarakter malaikat.
Dari segi kualitas kelembutan spiritualnya jiwa memiliki 7
tingkatkan, dan masing-masing tingkat memiliki karakteristik dan kinerja yang
berbeda.
Ke tujuh tingkatan itu adalah;
1. Lathifatun nafsi dengan karakter amarah bis su' (memerintahkan
kepada keburukan).
2. Lathifah qalbi dengan karakter lawwaamah (suka mencela).
3. Lathifah ruhi, dengan Karakter mulhimah (sensitif intuitif
positif dan negatif).
4. Lathifah Sirri dengan karakter Muthmainnah (stabil dalam
kebaikan dan kebenaran).
5. Lathifah khofi dengan karakter rodhiyah (puas dengan ketentuan
dan pemberian Allah).
6. Lathifah Akhfa dengan karakter Mardhiah (Dapat dibanggakan oleh
Allah)
7. Lathifah qalab, dengan karakter Kamilah (sempurna/ memiliki
semua karakter2 ilaahiah).
Pada setiap tingkat kelembutan jiwa tersebut memiliki jaringan
intuisi positif (taqwallah) dan intuisi negatif (fujur atau duraka kepada
Allah).
Nama jiwa seseorang didasarkan pada Karakter yang mendominasi
dirinya, yaitu, salah satu dari karakter jiwa (nafsu) berikut ini : nafsu
amarah, nafsu lawwaamah, nafsu mulhimah, nafsu Muthmainnah, nafsu rodhiyah,
nafsu Mardhiah dan nafsu Kamilah.
Yang penting untuk disadari, bahwa tabi'at jiwa lebih bersifat
genotipe (bawaan sejak lahir) sedangkan Akhlak, kepribadian atau pun karakter
bersifat edukatif (karena faktor didikan dan lingkungan sekitar. Dengan
meningkatnya kwalitas karakter seseorang, meningkat pula kwalitas tabiat
seseorang.
Mendidik berarti menumbuhkembangkan totalitas kejiwaan manusia yang
terdiri dari hardware dan software dari pikiran, perasaan dan perilaku manusia.
Pikiran atau akal manusia pada otak, perasaan manusia pada shudur (dada), dan
perilaku manusia pada organ tubuhnya yang diwakili oleh tangan dan kakinya.
Atau dalam bahasa pendidikan disebut sebagai aspek kognitif (pengetahuan),
afektif (perasaan) dan psikomotorik (perilaku). Dengan tehnik yang bersifat
sistemik (rangkaian sistem terpadu), integratif (menyatu) dan simultan
(berurutan dan terus menerus) antara pengajaran (ta'lim), pembiasaan (ta'dib)
dan bimbingan kerohanian (Irsyad).
Software perasaan yang
namanya shudur (dada) tersebut memiliki tujuh aplikasi penting yang sudah
disebutkan, yaitu;
1. Nafsu
2. Qolbu
3. Ruh
4. Sirr
5. Khofi / Lub
6. Akhfa / Fuad
7. Qalab.
Software dan aplikasinya tersebut memiliki tehnis pendidikan atau
perawatannya sendiri sehingga menjadi berkembang dan tumbuh dengan sehat (fungsional dan produktif). Perawatan
dan pendidikan bisa juga disebut olah rasa sebagaimana halnya badan perlu
olahraga.
Perawatan software (jiwa manusia) adalah dengan dzikrullah, dengan segala macam bentuknya aktivitasnya,
seperti sholat, membaca kitab suci, membaca kalimat thoyyibah, mengamati dan
mentafakkuri ayat2 Allah dalam kehidupan (manusia, binatang dan tumbuhan).
Dengan pengasahan tersebut (tazkiyatun nafsi), jiwa manusia menjadi
cerdas dan dewasa. Kecerdasan emosional menjadi bagus (stabil, apresiatif, pemaaf dan toleran), demikian
juga kecerdasan spiritualnya menjadi bagus (sensitif terhadap makna2 di balik
fenomena dan peristiwa).
B. Neoropsikologi Sufistik.
Manusia adalah makhluk Ruhaniyah yang berjisim, dalam arti bahwa
hakekatnya manusia itu adalah ruhnya, sedangkan jisim atau jasadnya hanyalah
sebuah wadah dan kendaraan atau baju bagi ruh untuk berwujud dan bereksistensi
di dalam dunia ini. Ibaratnya seperti apa yang kita kenal di dalam sistem
komputer adanya dua substansi yang terintegrasi dengan baik, yaitu: software
(perangkat lunak) dan hardware
(perangkat keras).
Ruh makhluk-makhluk (termasuk manusia) adalah berasal dari ruh
Allah, Maka dia membawa sifat-sifat Hb ketuhanan Al hayyu (maha hidup), Al
qayyum (maha tegak berdiri), Al qawiy (maha kuat) dll dari asma2 (karakter) Allah. Maka dengan masuknya
ruh Allah, itulah sel-sel dalam organisme menjadi hidup (tumbuh, berkembang,
bergerak dan juga berfikir) sesuai dengan kesiapan dan kelengkapan hardware
(jasad) makhluk hidup tersebut.
Menempelnya unsur ketuhanan pada unsur material, melalui bagian
unsur yang paling lembut dari suatu unsur. Khusus makhluk hidup biologis, unsur
ketuhanan (Al hayyu=hidup) adalah menempel pada oksigen, dalam sebuah senyawa
H2O (Air). Sehingga hampir dapat dipastikan sebuah organisme akan mati jika
tidak menerima oksigen, karena tidak ada media bagi ruh untuk berwujud di situ.
Oleh karena itu, ada korelasi yang sangat kuat antara jasmani dan
rohani dalam sebuah wujud kesadaran yang disebut sebagai jiwa (nafs atau soul)
yang selanjutnya Secara riil membentuk sebuah kepribadian atau Karakter.
Kepribadian maupun perbuatan setiap organisme termasuk manusia dikendalikan
melalui pusat pengendalian (sebuah anatomi yang bersifat biologis). Anatomi
tersebut untuk makhluk hidup tingkat tinggi disebut dengan nama otak. Sehingga
dari organ ini prilaku, karakter dan bahkan gerakan-gerakan di luar
kesadarannya diprogram dan dikendalikan, termasuk kerja jantung biologis
manusia.
Ruh manusia itu berasal tiupan bagian ruh Allah, dia sangat lembut
(lathiif atau soft), sehingga bisa tembus pada semua bagian terkecil dari
segala sesuatu. Sehingga bisa sambung dan menempel pada unsur material, sebagai
mana esensi (rasa, warna atau bau) pada benda-benda. Seperti wangi pada bunga,
atau panas pada bara api dll.
Ruh yang berada dalam diri manusia (jiwa) juga sebagai mediator
antara Allah dengan makhluknya, melalui jiwa Allah menghidupkan, menggerakkan,
menunjukkan, menyesatkan dlsb. Manusia memiliki kesempurnaan jaringan dengan
Allah, baik jaringan intuisi positif (ilham taqwa) dan jaringan intuisi negatif
(ilham fujur), maka beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya dan
Sungguh rugi orang yang mengotorinya (QS: as syams: 7-10)
Sehingga kalau Allah mencabut ruh seseorang, maka berhentilah semua
aktivitas dalam dirinya, atau juga sebaliknya, jika aktivitas menyebarnya ruh
dalam sebuah organisme maka mati jugalah jadinya organisme tersebut. Karena
dengan ruh-Nya Allah menghidupkan dan dengan ruh-Nya pula dia mematikan. Dengan
cara memasukkan ruh-Nya (jadilah hidup) dan mengeluarkan ruh-Nya dari dalam
diri seseorang (mematikan).
Comments[ 0 ]
Posting Komentar