Oleh : Dr. KH. Kharisudin Aqib, M. Ag
Sebelum membahas hubungan alam
praktis dan teoritis dengan etika, moral dan sopan santun, maka terlebih dahulu
akan berbicara tentang etika, moral dan sopan santun.
Seringkali kita memberi hokum
beberapa berbuatan seseorang bahwa ia baik atau buruk, benar atau salah, hak
atau batil, hokum ini berlaku pada setiap manusia baik yang tinggi kedudukannya
maupun yang rendah, baik perbuatan itu kecil ataupun besar, tapi yang menjadi
persoalan adalah tahukah kita arti sebuah kebaikan atau keburukan, dapatkah
kita mengukur baik dan buruk tersebut? Maka disini kita perlu suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk yang disebut etika, ilmu ini menerangkan pa
yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya, serta tujuan
yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan
yang harus dituju.
Menurut Socrates bahwa intisari
etika adalah budi,
arti budi adalah tahu, maka siapa yang tahu
akan kebaikan maka dengan sendirinya terpaksa berbuat baik, untuk itu perlulah
orang pandai menguasai diri dalam keadaan apapun, dalam suka maupun duka, dan
apa yang pada hakikatnya baik, juga baik diri kita, sebaliknya apa yang pada
hakikatnya buruk, maka buruk juga bagi kita. Dan baik adalah merupakan jalan
untuk mencapai kesenangan hidup, karena pada dasarnya manusia adalah baik
seperti hanya sebuah benda yang mempunyai tujuan, sedangkan tujuan manusia
adalah kebaikan sifatnya dan kebaikan budinya. Dengan moral dan sopan santun
yang tinggi, manusia akan dapat meraih tujuan hidupnya tersebut.
Sedangkan menjadi pokok permasalahan
pada etika adalah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan
sengaja dan ia mengetahuai waktu melakukan perbuatan tersebut, misalnya orang
mendirikan rumah sakit yang mana rumah sakit itu dapat bermanfaat bagi
masyarakat yang meringankan penderitaan sesame. Maka hal ini dapat kita hukumi baik
atau buruk. Demikian juga segala perbuatan yang tiada kehendak tetapi dapat
diikhtiarkan sewaktu sadar, misalnya seseorang telah meninggalkan sholat karena
tertidursebab ia kena penyakit tidur, karenanya ia tidak dituntut sewaktu ia
meninggalkan sholat karena tidak timbul dalam kehendaknya, tetapi ia dituntut
bila tahu bahwa ia terkena penyakit tidur dan ia tahu bahwa ia selalu melakukan
perbuatan meninggalkan sholat kalau tidur sebelum melakukan sholat.
Dan apa yang timbul bukan dengan
kehendak dan tiada dapat dijaga sebelumnya sepeti bernafas, detak jantung dan
memicingkan mata dengan tiba-tiba waktu berpindah dari gelap ke cahaya dan lain
sebagainya, hal ini bukanlah pokok permasalahan etika karena tidak dapat
dihukumi baik ataupun buruk, dan bagi yang menjalankannya tidak bisa kita sebut
baik atau buruk, begitu juga yang tidak menjalankannya tidak bisa kita hukumi
baik atau buruk.
Adapun hubungan etika, moral dan
sopan santun dengan alam praktis dan teoritis ada perbedaan pendapat yaitu ;
1.Faham intuition
Faham ini berpendapat bahwa tiap-tiap manusia itu mempunyai kekuatan
instinet batin yang dapat membedakan baik atau buruk dengan selintas pandang.
Terkadang kekuatan ini berbeda sedikit karena masa dan miliu, akan tetapi
berakar dalam tubuh tiap-tiap manusia. Apabila ia melihat suatu perbuatan, ia
mendapat semacam ilham yang dapat memberi tahu nilai perbuatan itu, lalu
menetapkan hokum baik dan buruknya, oleh karena itu kebanyakan manusia sepakat
seia sekata mengenai keutamaan seperti bena, dermawan dan berani, sebagaimana
mereka mufakat pula bahwa sebaliknya adalah sifat-sifat yang keji.
Kita dapat melihat anak-anak yang
belum mendapat ilmu pengetahuan yang cukup, mereka menetapkan hokum bahwa dusta
itu buruk dengan tiada mempergunakan fikiran, merendahkan pencuri dan
menganggap pencuri iru jahat meskipun mereka tidak mempunyai pandnagan yang
jauh apa yang dilihat dari penderitaan yang mengeani masyarakat sebab dusta dan
pencurian itu. Dari keterangan diatas difahami bahwasanya penyelidikan etika tidak
mempunyai praktek yang besar, bahkan ada yang mengatakan tidak mempunyai nilai
sedikitpun.
2.Faham Hedonism
Berbeda dengan faham intuition, faham ini berpendapat bahwasanya
pelajaran etika, sopan santun dan moral itu mempunyai pengaruh yang besar dalam
praktek hidup, karena faham ini membatasi tujuan hidup yakni kebahagiaan
seseorang, dengan demikian maksud penyelidikan ilmu adalah member penjelasan
dan penerangan mengenai tujuan ini dan untuk menggambarkan jalan yang lebih
terang dan singkat buat mencapainya. Misalnya bila seseorang bingung di antara
dua perkara, maka hendaknya ia menghitung tentang kebahagiaan dan kepedihan
untuk dirinya dan mempertimbangkan antara keduanya, apabila banyak manfaatnya
maka baiklah ia, tetapi kalau banya kepedihannya maka buruklah ia, dan kalua
seimbang antara kebahagiaan dan kepedihan maka ia bebas memilih diantara
keduanya.
Dari dua pendapat diatas terdapat
perbedaan tentang ukuran etika, sebagian orang berpendapat bahwasanya
penyelidikan etika hanya penyelidikan teori, tidak mengenai perbuatan, dan
sebagian lagi berpendapat bahwa penyelidikan etika mempunyai buah praktek yang
besar dalam hidup.
Kalau kita telaah lebih jauh,
bahwasanya manusia hidup dikelilingi oleh bayak undang-undang, misalnya
undang-undang alam, undang-undang Negara, undang-undang etika dan sebagainya,
yang mana undang-undang tersebut tidak akan berubah dan tidak dapat disalahi,
menurut jalan satu, diketahui oleh manusia ataupun tidak, tak terkecuali
undang-undnag etika, misalnya orang-orang sekarang berpendapat baik mengobati
luka-luka musuh pada peperangan akan tetapi orang-orang dahulu beranggapan
lebih baik memusnahkannya, walupun anggapan baik orang sekarang dan orang
dahulu tidak sama, namun perhubungan baik antara sesama manusia tetap sama undang-undangnya.
Dengan demikian secara ilmu
pengetahuan adalah berguna sekali bagi seseorang untuk mengetahui undang-undang
yang ada di sekelilingnya, dan dapat menjelaskan alat-alat yang menolongnya,
melipat gandakan kekuatan yang ada padanya untuk meraih tujuan hidupnya yakni
kebahagiaan.
Hubungan antara akhlaq tasawuf dan
filsafat-filsafat hidup ketuhanan terutama filsafat platinus, bahwa yang
disebut budi tertinggi adalah mensucikan roh atau jiwa, sedangkan mensucikan
roh dan jiwa itulah hakikat makna tasawuf,begitu juga halnya dengan hamper
semua aliran filsafat membicarakan soal-soal tasawuf, sepeti apa yang dilakukan
oleh Aristoteles yang mendasarkan pembahasan-pembahasan psikologisnya dan teori
limpahan dan ilham.
Hidup kematerian. Sebelum menjadi
sufi seorang calon harus terlebih dahulu menjadi zahid. Kebersihan dari dosa
tak dapat pula tercapai tanpa meninggalkan kebutuhan-kebutuhan jasmani, dunia
materi. Setelah bersih dari semua dosa maka seorang zahid tidak melihat Allah
sebagai Tuhan yang ditakuti akan siksanya, tetapi sebagai Tuhan untuk mencari
ketentraman jiwa.
Tentang zuhud, Hasan Al-Basry
mengatakan : “jauhilah dunia ini, karena ia adalah serupa dengan ular, licin
pada perasaan tangan, tetapi racun membunuh.” Ibrahim ibn Adham, pada asalnya
seorang anak raja dari Persia tetapi kemudian meningglakan kerajaan, karena
sewaktu berburu ia mendengar suara mengatakan : “Kamu diadakan bukan untuk
hidup senang”. Ia pergi mengembara. Salah-satu kata-katanya : “Tinggalkan dunia
ini, cinta pada dunia membuat orang tuli serta buta juga menjadi budak.”
B . Tobat
Tobat yang dimaksud dalam sufi
adalah tobat yang sebenarnya-benarnya. Tobat yang tidak akan membawa kepada dosa
lagi. Kadang kalau mau bertobat harus lebih dari 70 kali baru ia mencapai
tingkatan tobat yang benar. Tobat dalam faham sufisme adalah lupa pada segala
hal kecuali Tuhan. Menurut Al-Hujwairi : “orang yang tobat adalah orang yang
cinta pada Allah, orang yang cinta pada Allah senantiasa mengadakan hubungan
dan kontlempasi tentang Allah.
C . Wara’
Kata ini mengandung arti menjauhi
hal-hal yang tidak baik. Dalam sufi berarti meninggalkan segala sesuatu yang
masih mengandung unsure subhat. Tangan Bisri Al-Hafi tiap ada makanan di
dalamnya terdapat subhat tak dapat diulurkan untuk mengambil makanan itu.
D . Kefakiran
Tidak meminta lebih dari apa yang
tealh ada pada diri kita. Tidak meminta rizqi kecuali hanya untuk dapat
menjalankan kewajiban-kewajiban. Tidak meminta, sungguhpun tak ada pada diri
kita kalau diberi diterima, tidak meminta tapi tak menolak.
E . Sabar
Sabar dalam menjalankan
perintah-perintah Allah, sabar dalam menjauhi segala larangannya dan dalam
menerima segala cobaan-cobaan yang dititipkannya pada diri kita. Sabar
menderita kesabaran. Tidak menunggu datangnya pertolongan.
F . Tawakkal
Menyerah pada qadlo’ dan putusan
dari Allah. Tidak memikirkan hari esok, cukup dengan apa yang ada hari ini.
Tidak mau makan karena ada orang yang lebih berhajat terhadap makanan itu dari
padanya. Percaya pada janji Allah. Menyerah kepada Allah, dengan Allah, dank
arena Allah. Bersikap sebagai telah mati.
G . Kerelaan
Tidak berusaha menentang qadlo’ dan
qadar Tuhan. Menerima qadlo’ dan qadar dengan hati senang. Merasa senang
menerima malapetaka sebagaimana senang menerima hikmat. Tidak meminta syurga
dari Allah dan tidak meminta supaya dijauhkan dari neraka.
Tidak berusaha sebelumnya turun
qalho’ dan qadar, setelah turunnya pun
tidak merasa sakit dan pahit, malahan merasa bergelora di waktu turunnya
bala’ (cobaan).
Comments[ 0 ]
Posting Komentar